Negeripaling kecil mempunyai tanaman kelapa sawit adalah di Pulau Pinang iaitu cuma 14,000 hektar sahaja. Daripada jumlah keluasan tersebut seluas 2.807 juta hektar kelapa sawit ditanam oleh pihak estet swasta (59.8%) sementara 20.2% dimajukan oleh Skim Kerajaan (FELDA - 675,167 ha, RISDA- 80,262 dan FELCRA- 160,832) , 321,947 hektar (7,1%

Ajinomoto Untuk Pupuk Sawit adalah artikel yang mungkin sedang dikau buru. Sangatlah wajar, sebab Ajinomoto Untuk Pupuk Sawit adalah pengetahuan yg sangat esensi untuk dipahami. Disamping kakak, barangkali terdapat bejibun insan yg turut memerlukan informasi yg ini. Kami ingin, makalah singkat ini dapat bermanfaat bagi dikau. Ingat agar kau meninggalkan saran seputar Ajinomoto Untuk Pupuk Sawit di akhir penjelasan Kelapa Sawit Untuk Tanah GambutTerkait kapan anda memerlukan makalah tentang Ajinomoto Untuk Pupuk Sawit pastinya amat beraneka. Sebab sebagian kalangan menginginkannya segera, akan tetapi terdapat juga yang tidak terlalu terburu2. Entah motivasinya, di sini kakak bisa memperhatikan informasi ini dengan bebas. Kamu tak perlu membelanjakan biaya, selain jaringan online serta PLN. Bahkan selain makalah Ajinomoto Untuk Pupuk Sawit, kamu pastinya bisa melihat bermacam arsip informasi lain yang terkait. Tidak berlebihan apabila sebagian orang betah berselancar di website ini. Pabila hendak mengkontak admin, langsung saja chat di nomor yg telah tersedia.

Manfaatlain dari kandungan natrium yang terkandung pada ajinomoto MSG adalah untuk mempercepat pertumbnuhan tanaman. Manfaat ajinomoto untuk tanaman membuat proses pertumbuhan tanaman akan menjadi lebih cepat, daun menjadi lebih cepat menghijau, dan batang serta tanaman yang menjadi lebih cepat besar. 3. Mempercepat munculnya bunga

Khasiat Ajinomoto untuk Tanaman – MSG atau Monosodium Glutamat merupakan suatu senyawa yang berbentuk kristal, yang merupakan jenis garam natrium / sodium yang terbuat dari asam glutamate. MSG tidak bahaya untuk dikonsumsi setiap hari, dengan catatan tidak berlebihan dengan dosis yang sesuai dengan aturan. Banyak sekali brand brand MSG yang beredar di pasaran, seperti ajinomoto, sasa, miwon dll. Selain untuk membuat masakan menjadi lebih gurih dan lezat ternyata MSG juga sangat bermanfaat untuk kesuburan tanaman. Sobat Taman Inspirasi di sini kami akan membahas manfaat MSG atau vetsin untuk tanaman, untuk merk MSG yang di gunakan sesuai selera teman teman mau pilih yang mana, tapi kami biasa menggunakan brand Ajinomoto untuk menyuburkan tanaman. Berikut beberapa khasiat ajinomoto untuk tanaman. Kandungan & Manfaat MSG AjinomotoPengaplikasian Ajinomoto pada tanamanTanaman hiasSayuranSayuran buahTanaman buahTips Penerapan Ajinomoto untuk Tanaman Kandungan & Manfaat MSG Ajinomoto 1. Menyuburkan tanaman. MSG ajinomoto dapat menambah kesuburan tanaman. Kandungan natrium yang tinggi pada MSG ajinomoto memberi pengaruh pada tingkat kesuburan suatu tanaman. Dengan memberikan larutan MSG secara teratur, maka tanaman akan megalami kesuburan yang baik. Kesuburan ini di tandai dengan MSG ajinomoto, terdiri dari kandungan senyawa C, H, O, N, dan Na. kelima unsur senyawa yang terkandung dalam MSG ajinomoto ini merupakan lima unsur senyawa yang diperlukan dalam perkembangan tanaman. Kelima unsur tersebut, terutama unsur N memiliki manfaat yang baik untuk – Merangsang pertumbuhan bagian tanaman, seperti batang, cabang dan daun – Proses pembentukan protein dan lemak, yang dibutuhkan tanaman dalam melakukan proses pertumbuhan Pengaplikasian Ajinomoto pada tanaman Tanaman hias Jika sobat di rumah memiliki tanaman hias beraneka ragam , namun masih bingung untuk memilih pupuk agar tanaman tumbuh dengan subur, berbunga lebat dan segar, jangan lupa taburkan msg ajinomoto secara teratur pada tanaman hias kesayangan anda, tentunya dengan dosis yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Karena tiap tanaman jenis dan , umurnya juga berbeda. Sayuran Ajinomoto dapat di aplikasikan pada jenis sayuran apapun seperti, berbagai macam jenis sawi caisim, pakchoi, sawi putih dll , bayam, kubis, kembang kol, brokoli, kangkung, selada dan masih banyak lagi. Ajinomoto di berikan 1 minggu HST dengan dosis 1 gram per liter , atau bisa juga dengan ditabur di sekitar tanaman. Secara bertahap pemberian ajinomoto bisa ditingkatkan baik frekuensi waktu ataupun dosisnya sesuai dengan umur tanaman. Sayuran buah Terong, tomat, paprika, cabai, timun dll terbukti mengalami pertumbuhan yang baik dan berbuah lebat setelah di beri ajinomoto. Pemberian ajinomoto 1 gram per liter pada 2 minggu awal hst akan mempercepat pertumbuhan tanaman. Dosis dapat di tinggkatkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan tanaman. Untuk jenis sayuran buah dosis Ajinomoto yang deperlukan hingga masa panen berkisar 1 – 3 gram tiap pohon dengan interval waktu 3 – 5 hari sekali. Tanaman buah Dengan mengocor atau menabur ajinomoto di sekitar tanaman maka tanaman buah anda akan tumbuh subur. Untuk jenis tanaman buah tentunya dosis yang diperlukan lebih banyak di banding jenis tanaman yang lain, karena memang dari segi fisik tanaman buah memiliki postur lebih besar sehingga dibutuhkan nutrisi yang lebih untuk proses pembuahan. Beberapa sumber mengatakan jika MSG tidak baik untuk jenis tanaman yang berbuah. Baik itu tanaman buah besar ataupun buah sayur. Hal ini di sebabkan karena pemberian ajinomoto pada tanaman berbuah akan berpengaruh pada kualitas buah yang dihasilkan, terutama dari segi rasa. Tanaman buah yang sering di beri ajinomoto akan menghasilkan buah yang kurang segar dan sedikit rasa gurih. Sehingga rasa buah tidak memiliki rasa buah seperti aslinya. Begitu juga untuk jenis tanaman sayur. Rasa dari sayuran yang dikonsumsi akan memiliki rasa kurang segar seperti aslinya. Sehingga penggunaan ajinomoto untuk tanaman pangan hanya diberikan pada masa vegetatif saja. Dari pendapat ini Taman Inspirasi mencoba untuk mengadakan eksperimen dalam penggunaan ajinomoto untuk berbagai jenis macam tanaman baik tanaman hias, sayur ataupun tanaman yang menghasilkan buah. Untuk tanaman yang berbuah pengaplikasian ajinomoto memasuki fase pembungaan kami kurangi dosisnya dan kami tambahkan nutrisi pemacu pertumbuhan bunga dan buah dengan dosis yang lebih tinggi di banding Ajinomoto. Sehingga secara otomatis rasa gurih dari ajinomoto akan ternetralisir tanpa menghilangkan fungsi dari senyawa yang terkandung pada ajinomoto yang memang bagus untuk meningkatkan kesuburan tanah. Setiap tanaman mengalami tahap tahap perkembangan sampai pada pertumbuhan yang sempurna. Untuk mencapai itu semua tentunya tanaman membutuhkan suplay gizi yang lengkap, selain ajinomoto yakni nutrisi pendamping yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan tanaman itu sendiri. Tips Penerapan Ajinomoto untuk Tanaman Oleh karena itu bagi teman teman sekalian jangan ragu dalam menggunakan Ajinomoto untuk tanaman buah maupun sayur, karena Taman Inspirasi telah membuktikan sendiri bahwa Ajinomoto tidak mengubah rasa asli dari buah maupun sayur yang disiram menggunakan Ajinomoto dengan cara di imbangi dengan nutrisi yang lain yang sesuai. Ibarat buah mangga tidak akan berubah rasa menjadi jeruk ketika kita sering memberikan POC jeruk pada tanaman buah mangga , fakta yang terjadi adalah buah mangga menjadi tambah manis dabesar. Sayur sawi tidak akan berasa urin kelinci meski rajin di siram dengan urin kelinci. Justru sebaliknya, sayur sawi akan subur, berdaun lebat dan segar dengan penyiraman POC urin kelinci. Berikut ini video lengkap tentang khasiat ajinomoto untuk tanaman sekaligus cara pengaplikasiannya. Teman-teman Taman Inspirasi sekarang sudah tahu kan bahwa ternyata msg Ajinomoto memiliki banyak sekali manfaat baik untuk di konsumsi langsung ataupun untuk menyuburkan tanaman. Dengan pengaplikasian yang tepat InsyaAllah hsilnya pun akan bagus. Sekian informasi dari kami tentang khasiat ajinomoto untuk tanaman, terus berdo’a di setiap aktivitas kita kepada Allah agar kita senantiasa dalam lindunganNya. Semoga bermafaat dan jangan lupa share artikel ini kepada kerabat atau teman anda. Wassalamualaikum
Garamdapur dengan rumus kimia NaCl merupakan gabungan dari dua unsur Na (Natrium) dan Cl (Klor). Garam dapur ini banyak sekali dimanfaat dalam bidang industri makanan ringan. Bahkan, di setiap rumah-rumah tidak ketinggalan garam dapur sebagai penyedap resep masakan. Taukah bapak ibu tani jika ada segudang manfaat garam dapur untuk tanaman pertanian (tanaman perkebunan, sayur []
Abstract Keberadaan gulma pada areal tanaman kelapa sawit belum menghasilkan TBM mengakibatkan terjadinya kompetisi antara gulma dengan tanaman kelapa sawit. Pengendalian gulma menggunakan herbisida lebih menguntungkan daripada dengan cara pengendalian gulma yang lain. Penelitian bertujuan untuk mengetahui dosis herbisida glifosat yang efektif untuk mengendalikan bobot kering gulma total dan gulma pergolongan pada pertanaman kelapa sawit, Perubahan komposisi jenisgulma pada piringan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan setelah aplikasi herbisida glifosat, dan daya racun herbisida glifosat pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan. Penelitian dilakukan di perkebunan kelapa sawit belum menghasilkan milik petani di Desa Muara Putih, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan di Laboratorium Gulma, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung dari bulan November 2011 sampai dengan Januari 2012. Perlakuan yang diuji adalah herbisida berbahan aktif isopropylamina glifosat dengan dosis 1080, 1440, 1800, dan 2160 g ha -1 , penyiangan mekanis, dan tanpa perlakuan kontrol. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok teracak sempurna RKTS dengan 4 ulangan. Data hasil pengamatan dianalisis ragam dan perbedaan nilai tengah perlakuan diuji dengan Uji Beda Nyata Terkecil BNT pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa herbisida glifsat dosis 1080-2160 g ha -1 menekan pertumbuhan gulma total di lahan kelapa sawit TBM pada 4, 8 dan 12 MSA; Herbisida glifosat dosis 1080-2160 g ha -1 menekan pertumbuhan gulma daun lebar di lahan kelapa sawit TBM pada 4 dan 8 MSA, gulma rumput ditekan pada 12 MSA, dan gulma teki ditekan pada 4 MSA; Terdapat Perubahan komposisi jenis gulma akibat aplikasi herbisida glifosat yang ditunjukkan oleh jumlah jenis gulma yang berbeda pada setiap perlakuan yang dibandingkan dengan kontrol; dan semua taraf dosis herbisida glifosat yang diuji tidak meracuni tanaman kelapa sawit belum menghasilkan. PemanfaatanPelepah dan Daun Kelapa Sawit Sebagai Pengganti Pakan Hijauan Untuk Ternak Sapi Di Desa Sukamulya Provinsi Riau Putu Agus Kertawirawan, I Made Rai Yasa dan I Nyoman Adijaya 365 POSTER Kajian Organisme Pengganggu Tanaman pada Pennisetum Purpureum schum Cv Mott yang diintroduksikan di Lahan Perkebunan Kelapadi Sulawesi Utara Luice A Farmer dependence on inorganic fertilizers drives the inclination of the fertilizer price which in turn influence the production cost. Therefore, it is necessary to find alternative way to reduce the consumption of inorganic fertilizers. This study aims to determine the most suitable arbuscular mycorrhiza fungi AMF for oil palm seedlings, determining the best dosage of phosphate fertilizer for the growth of oil palm seedlings, and determine whether the growth response of oil palm seedlings to AMF inoculation is influenced by the dosage of P fertilizer given. Research had been conducted in the greenhouse and Plantation Production Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Lampung from June 2012 until August 2013. The treatment design used was a factorial design and the experimental design used was a completely randomized block design. The first factor was AMF treatment control, Entrophospora sp. mv 3 isolate, Glomus sp. mv 9 isolate, Glomus sp. mv 10 isolate, and Glomus sp. mv 15 isolate. The second factor was the dosage of P fertilizer 23,32 g, 15,66 g, and 11,66 g per plant. Each treatment was repeated 4 times. The results showed that Glomus sp. mv 15 isolate was the most suitable type of AMF for oil palm seedlings. All dosages of P fertilizer tested showed no growth effect on oil palm seedlings and the growth response of oil palm seedlings to inoculation of AMF was not affected by dosage of P fertilizer. Â Keywords Entrophospora, Glomus, mycorrhiza, oil palm, phosphate Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Palasta Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit dengan Aplikasi... Jurnal AIP Volume 5 No. 2│ Oktober 2017 97-106 Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit dengan Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskular dan Beberapa Dosis Pupuk Fosfat Oil Palm Seedling Growth Treated with Arbuscular Mycorrhiza Fungi and Various Dose of Phosphate Fertilizer Rio Palasta1, Maria Viva Rini2* 1 Magister Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, 35145 dan 2 Jurusan Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, 35145 E-mail rinimariaviva ABSTRACT Farmer dependence on inorganic fertilizers drives the inclination of the fertilizer price which in turn influence the production cost. Therefore, it is necessary to find alternative way to reduce the consumption of inorganic fertilizers. This study aims to determine the most suitable arbuscular mycorrhiza fungi AMF for oil palm seedlings, determining the best dosage of phosphate fertilizer for the growth of oil palm seedlings, and determine whether the growth response of oil palm seedlings to AMF inoculation is influenced by the dosage of P fertilizer given. Research had been conducted in the greenhouse and Plantation Production Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Lampung from June 2012 until August 2013. The treatment design used was a factorial design and the experimental design used was a completely randomized block design. The first factor was AMF treatment control, Entrophospora sp. mv 3 isolate, Glomus sp. mv 9 isolate, Glomus sp. mv 10 isolate, and Glomus sp. mv 15 isolate. The second factor was the dosage of P fertilizer 23,32 g, 15,66 g, and 11,66 g per plant. Each treatment was repeated 4 times. The results showed that Glomus sp. mv 15 isolate was the most suitable type of AMF for oil palm seedlings. All dosages of P fertilizer tested showed no growth effect on oil palm seedlings and the growth response of oil palm seedlings to inoculation of AMF was not affected by dosage of P fertilizer. Keywords Entrophospora, Glomus, mycorrhiza, oil palm, phosphate Diterima 19 Juli 2017 / Disetujui 27 September 2017 / Diterbitkan 11 Oktober 2017 PENDAHULUAN Penggunaan pupuk anorganik telah menjadi tradisi pada sistem pertanian yang ada pada saat ini. Pada mulanya, penggunaan pupuk ini memberikan dampak positif bagi petani dengan meningkatnya hasil produksi tanaman. Namun penggunaan pupuk ini dalam jangka panjang dapat mengakibatkan tanah mengeras, kurang mampu menyimpan air, dan menurunkan pH tanah yang pada akhirnya akan menurunkan hasil produksi tanaman Parman, 2007. Untuk meningkatkan kembali produksi tanaman, petani mulai menambah dosis pupuk sehingga biaya produksi semakin meningkat dan keuntungan petani semakin merosot. Simanungkalit 2006 melaporkan bahwa kelangkaan pupuk anorganik yang sering terjadi pada setiap musim tanam menyebabkan banyak petani harus mencari ke daerah lain dan berani Jurnal Agro Industri Perkebunan Jurnal AIP Volume 5 No. 2│ Oktober 2017 97-106 membeli mahal demi kelanjutan produksi tanamannya. Oleh karena itu perlu diterapkan sebuah cara untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Fungi mikoriza arbuskular FMA merupakan salah satu jenis fungi pembentuk mikoriza yang belakangan ini mulai dikembangkan untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Keuntungan dari penggunaan fungi ini antara lain dapat membantu tanaman dalam menyerap unsur hara terutama yang tidak mobil dan air dari tanah, meningkatkan toleransi tanaman pada cekaman biotik dan abiotik, pemberian cukup sekali seumur hidup tanaman, dan memberikan manfaat pada rotasi tanaman berikutnya Smith & Read, 2008; Treseder, 2013. Saat ini banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa FMA mampu meningkatkan serapan hara baik hara makro maupun mikro, sehingga FMA dapat digunakan untuk mengurangi dan mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik Nicolas et al., 2015; Smith & Smith, 2011. Menurut Smith et al. 2011, FMA dapat memperpanjang dan memperluas jangkauan akar terhadap penyerapan unsur hara terutama unsur hara yang tidak mobile di dalam tanah seperti fosfat P. Hifa FMA yang berkembang di luar akar dapat menyerap unsur hara dan air dari tanah untuk diberikan kepada tanaman inangnya. Hifa FMA juga memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap fosfor dibandingkan rambut akar. Enzim fosfatase yang dihasilkan hifa FMA juga merupakan salah satu mekanisme fungi ini dalam meningkatkan serapan P oleh tanaman. Unsur P sangat diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Kekurangan unsur hara ini dapat mengurangi kemampuan tanaman untuk mengabsorbsi unsur hara lainnya Soepardi, 1983. Menurut Taiz & Zeiger 2010, unsur hara P digunakan oleh tanaman untuk pembelahan sel, pembentukan lemak, pembentuk senyawa fosfolipid yang membentuk membran tanaman, komponen dari DNA, RNA, dansenyawa nukleotida sebagai sumber energi kimia dalam tanaman seperti ATP, dan meiningkatkan kekebalan terhadap penyakit. Namun kendala yang sering dihadapi adalah fosfat di dalam tanah sering tidak tersedia karena sebagian besar unsur ini berada dalam bentuk terfiksasi Kochian et al., 2004. Kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq. adalah tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Tanaman kelapa sawit menghasilkan minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku pada industri minyak makan, dan industri oleokimia Pahan, 2008. Namun sebagaimana tanaman pada umumnya, tanaman tersebut juga memerlukan pemupukan yang berimbang untuk mencapai produksi yang optimum. Menurut Riwandi 2002, biaya pemupukan untuk tanaman kelapa sawit mencapai 50% dari total biaya pemeliharaan. Oleh karena besarnya biaya pemupukan tersebut, maka inokulasi FMA pada tanaman kelapa sawit perlu dilakukan untuk menekan biaya pemupukan. Namun tidak semua jenis FMA dapat bersimbiosis secara optimum pada tanaman tersebut. Kefektifan FMA dalam bersimbiosis dengan tanaman inangnya dipengaruhi oleh kesesuaian anatara jenis fungi tersebut dengan tanaman inangnya Smith & Read, 2008. Oleh karena itu, perlu ditemukan jenis FMA yang dapat bersimbiosis secara optimum pada tanaman tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis FMA yang paling cocok Palasta Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit dengan Aplikasi... Jurnal AIP Volume 5 No. 2│ Oktober 2017 97-106 bersimbiosis dengan bibit kelapa sawit, menentukan dosis pupuk P yang terbaik untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit, dan menentukan apakah respons pertumbuhan bibit kelapa sawit terhadap inokulasi FMA dipengaruhi oleh dosis pupuk P yang diberikan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan Laboratorium Produksi Perkebunan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung mulai dari Juni 2012 sampai dengan Agustus 2013. Percobaan ini disusun dengan menggunakan rancangan perlakuan faktorial 5 x 3 dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah jenis FMA yang terdiri atas M0 tanpa FMA, M1 Entrophospora sp. isolat mv 3, M2 Glomus sp. isolat mv 9, M3 Glomus sp. isolat mv 10, dan M4 Glomus sp. isolat mv 15. Faktor kedua adalah dosis pupuk P yaitu P1 23,32 g atau sesuai dosis anjuran, P2 15,66 g atau 2/3 dosis anjuran, dan P3 11,66 g atau 1/2 dosis anjuran. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga diperoleh 60 satuan percobaan. Setiap perlakuan diterapkan ke dalam satuan percobaan menurut rancangan kelompok teracak sempurna RKTS. Setiap satu satuan percobaan diwakili oleh satu tanaman. Data yang diperoleh diuji dengan uji Bartlett untuk menguji homogenitas ragam dan uji Tukey untuk sifat kemenambahan data. Apabila asumsi terpenuhi yaitu ragam homogen dan data bersifat menambah, maka data dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf 5%. Media tanam yang digunakan untuk penyemaian pre nursery benih kelapa sawit adalah campuran topsoil dan pasir dengan perbandingan 21 dan telah disterilkan dengan autoclave pada suhu 120 oC tekanan 1 atm selama 1 jam sebanyak 2 kali dengan interval 1 hari. Sedangkan media tanam untuk pembibitan main nursery adalah campuran topsoil, bahan organik, dan pasir dengan perbandingan 211 dan telah disterilkan juga dengan autoclave dengan cara yang sama. Bahan tanam yang digunakan adalah benih kelapa sawit Tenera DxP yang berasal dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS Medan. Benih tersebut adalah benih yang telah berkecambah germinated seed. Germinated seed ditanam dalam polibag berukuran 10 cm x 15 cm yang telah berisi campuran topsoil dan pasir dengan perbandingan 21 dan telah disterilkan. Penyemaian dilakukan dengan cara membenamkan benih kelapa sawit ke dalam media tanam sampai seluruh permukaan benih tertutup tanah. Kemudian benih disiram setiap hari. Pemupukan dilakukan setelah benih berumur 4 minggu dan diberi pupuk setiap dua minggu sekali. Pupuk yang digunakan adalah pupuk urea yang dilarutkan dalam air dengan dosis 2 tanaman-1. Hal itu dilakukan terus-menerus sampai dengan 12 minggu setelah tanam tahap pre nursery. Aplikasi FMA dilakukan setelah bibit kelapa sawit berumur 12 minggu pada saat dipindah tanam ke main nursery. Aplikasi dilakukan dengan cara melepaskan polibag berukuran 10 cm x 15 cm dengan hati-hati kemudian menanamnya di main nursery padapolibag berukuran 15 cm x 30 cm yang telah berisi campuran topsoil, bahan organik, dan pasir sudah disterilkan dengan perbandingan 211 berdasarkan volume, dan diberi lubang tanam. Pada saat bibit dipindahkan ke Jurnal Agro Industri Perkebunan Jurnal AIP Volume 5 No. 2│ Oktober 2017 97-106 lubang tanam, lubang tanam dan daerah sekitar perakaran bibit ditaburi inokulum FMA sesuai perlakuan yang mengandung ±500 spora, lalu lubang tanam kemudian ditimbun dengan tanah agar bibit dapat berdiri tegak. Lalu masing-masing polibag diberi label sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Kemudian polibag-polibag tersebut disusun di dalam rumah kaca sesuai dengan tata letak percobaan RKTS. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara penyiraman setiap hari dan pemupukan seperti yang tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Jadwal pemupukan dan dosis pupuk kelapa sawit di pembibitan Umur bibit minggu Perlakuan pupuk P P1 P2 P3 Urea g KCl g TSP g Urea g KCl g TSP g Urea g KCl g TSP g 14 7,93 4,42 7,77 7,93 4,42 5,18 7,93 4,42 3,89 18 7,93 4,42 7,77 7,93 4,42 5,18 7,93 4,42 3,89 22 7,93 4,42 7,77 7,93 4,42 5,18 7,93 4,42 3,89 Penelitian diakhiri setelah bibit ditanam selama 26 minggu di pembibitan. Variabel-variabel pertumbuhan bibit yang diamati yaitu tinggi bibit, jumlah daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, jumlah akar primer, dan persentase infeksi akar oleh FMA mengikuti metode Brundrett et al, 1996. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji F atau analisis ragam untuk semua data yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan tidak terdapat interaksi antara perlakuan jenis mikoriza dengan dosis pupuk P. Oleh karena itu, data disajikan berdasarkan pengaruh per faktor yang diuji, yaitu berdasarkan pengaruh jenis mikoriza dan pengaruh dosis pupuk P. Dari empat jenis FMA yang diuji, Glomus sp. isolat mv 15 memberikan respon terbaik untuk tinggi bibit yakni 75,31 cm atau 25,87% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol Tabel 2. Berdasarkan datapada tabel yang sama juga dapat diketahui bahwa Glomus sp. isolat mv 15 menghasilkan respons terbaik untuk jumlah daun dibandingkan jenis FMA yang lain. Sedangkan Entrophospora sp. isolat mv 3, Glomus sp. isolat mv 9, dan Glomus sp. isolat mv 10 menghasilkan respons yang sama namun lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Pada Tabel 2 juga dapat diketahui bahwa semua jenis FMA yang diaplikasikan menghasilkan bobot basah tajuk yang sama dengan kontrol, akan tetapi perlakuan Glomus sp. isolat mv 15 menghasilkan bobot basah tajuk yang lebih baik dibandingkan Entrophospora sp. isolat mv 3. Perlakuan dosis pupuk P tidak memperngaruhi tinggi, humlah daun, dan bobot basah tajuk bibit kelapa sawit. Palasta Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit dengan Aplikasi... Jurnal AIP Volume 5 No. 2│ Oktober 2017 97-106 Tabel 2. Tinggi bibit, jumlah daun, dan bobot basah tajuk kelapa sawit yang diberi beberapa jenis FMA dan dosis pupuk P pada umur 26 MST Perlakuan Tinggi bibit Jumlah daun Bobot basah tajuk -cm- -helai- -g- Jenis FMA Tanpa FMA kontrol 59,83 b 6,67c 41,92 ab Entrophospora sp. isolat mv 3 63,50 b 7,50b 38,05 b Glomus sp. isolat mv 9 63,21 b 7,83b 43,03 ab Glomus sp. isolat mv 10 64,38 b 7,92b 42,11 ab Glomus sp. isolat mv 15 75,31 a 8,92A 50,81 a Nilai BNT 5% 5,71 0,68 9,21 Dosis Pupuk P 1 dosis anjuran 64,88 a 7,90a 45,10 a 2/3 dosis anjuran 65,30 a 7,65a 41,51 a 1/2 dosis anjuran 65,45 a 7,75a 42,92 a Nilai BNT 5% 4,42 0,53 7,13 Keterangan Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom tidak berbeda menurut uji BNT 5% Tabel 3. Bobot basah akar, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar kelapa sawit yang diberi beberapa jenis FMA dan dosis pupuk P pada umur 26 MST Perlakuan Bobot kering tajuk Bobot basah akar Bobot kering akar -g- -g- -g- Jenis FMA Tanpa FMA kontrol 9,82b 13,93b 2,84 b Entrophospora sp. isolat mv 3 9,30b 13,57b 2,82 b Glomus sp. isolat mv 9 10,35ab 14,10b 2,87 ab Glomus sp. isolat mv 10 9,95ab 14,46ab 2,98 ab Glomus sp. isolat mv 15 12,12a 17,37a 3,52 a Nilai BNT 5% 2,24 2,95 0,67 Dosis Pupuk P 1 dosis anjuran 10,90a 15,23a 3,10 a 2/3 dosis anjuran 9,84a 14,03a 2,87 a 1/2 dosis anjuran 10,18a 14,79a 3,05 a Nilai BNT 5% 2,29 1,74 0,52 Keterangan Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom tidak berbeda menurut uji BNT 5% Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa Glomus sp. isolat mv 15 menghasilkan bobot basah akar yang lebih baik dibandingkan kontrol. Sedangkan Entrophospora sp. isolat mv 3, Glomus sp. isolat mv 9, dan Glomus sp. isolat mv 10 menghasilkan bobot basah akar yang tidak berbeda dengan kontrol. Pada tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa Glomus sp. isolat mv 15 menghasilkan bobot kering tajuk yang lebih baik dibandingkan kontrol. Hal itu berbeda dengan Entrophospora sp. isolat mv 3, Glomus sp. isolat mv 9, dan Glomus sp. isolat mv 10 yang menghasilkan bobot Jurnal Agro Industri Perkebunan Jurnal AIP Volume 5 No. 2│ Oktober 2017 97-106 kering tajuk yang tidak berbeda dengan kontrol. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa dari 4 jenis FMA yang diaplikasikan, hanya Glomus sp. isolat mv 15 yang menghasilkan bobot kering akar yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan Entrophospora sp. isolat mv 3, Glomus sp. isolat mv 9, dan Glomus sp. isolat mv 10 menghasilkan bobot kering akar yang tidak berbeda dengan kontrol. Sama halnya dengan pertumbuhan tajuk, perlakuan dosis pupuk P juga tidak mempengaruhi bobot basah dan bobot kering tajuk serta bobot kering akar bibit kelapa sawit. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa Glomus sp. isolat mv 15 menghasilkan jumlah akar primer yang lebih baik dibandingkan jenis FMA lainnya dan kontrol. Sedangkan Entrophospora sp. isolat mv 3, Glomus sp. isolat mv 9, dan Glomus sp. isolat mv 10 memberikan respons yang sama dengan kontrol. Pada tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa semua jenis FMA yang diaplikasikan menghasilkan infeksi akar yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol namun tidak terdapat perbedaan pada keempat jenis FMA tersebut dalam menghasilkan infeksi akar. Pada peubah infeksi akar, perlakuan pupuk P juga tidak mempengaruhi infeksi FMA di akar bibit kelapa sawit. Tabel 4. Jumlah akar primer dan persentase infeksi akar kelapa sawit yang diberi beberapa jenis FMA dan dosis pupuk P pada umur 26 MST Perlakuan Jenis FMA Tanpa FMA kontrol Entrophospora sp. isolat mv 3 Glomus sp. isolat mv 9 Glomus sp. isolat mv 10 Glomus sp. isolat mv 15 Nilai BNT 5% 1,01 Dosis Pupuk P 1 dosis anjuran 2/3 dosis anjuran 1/2 dosis anjuran Nilai BNT 5% 1,01 Keterangan Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom tidak berbeda menurut uji BNT 5% Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa dari semua FMA yang diaplikasikan, Glomus sp. isolat mv 15 memberikan pertumbuhan dan hasil tertinggi dibandingkan dengan kontrol tanpa inokulasi mikoriza. Hal ini terlihat pada variabel tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan jumlah akar primer. Untuk variabel persentase infeksi akar, semua jenis FMA memberikan hasil yang sama walaupun lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Pada penelitian ini juga dapat dilihat bahwa Glomus mv 15 merupakan jenis FMA yang paling cocok bersimbiosis dengan bibit kelapa sawit dibandingkan jenis FMA lainnya. Hal ini Palasta Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit dengan Aplikasi... Jurnal AIP Volume 5 No. 2│ Oktober 2017 97-106 diduga karena jenis tanah pada perkebunan sawit tempat diisolasinya Glomus sp. isolat mv 15 memiliki kesamaan dengan jenis tanah yang digunakan sebagai media tanam pada penelitian ini. Selain itu, Glomus sp. isolat mv 15 diduga FMA yang berasal dari rhizosfer kelapa sawit. Sedangkan Glomus sp. isolat mv 10, walaupun diisolasi dari lokasi yang sama dengan Glomus sp. isolat mv 15, namun diduga berasal dari rhizosfer tanaman lain yang tumbuh di sekitar perkebunan kelapa sawit. Keefektifan setiap jenis fungi mikoriza arbuskular FMA tergantung pada jenis FMA tersebut, jenis tanaman, jenis tanah, serta interaksi antara ketiga faktor tersebut Brundrett et al., 1996. Setiap jenis FMA memberikan respons yang berbeda terhadap tanaman. Setiap jenis FMA memiliki perbedaan dalam meningkatkan penyerapan unsur hara dari dalam tanah serta pertumbuhan tanaman Daniel & Menge, 1981. Clark 1997 melaporkan bahwa sebagian besar FMA lebih mampu beradaptasi pada kondisi tanah tempat isolasinya. Kartika 2002 melaporkan bahwa pada rhizosfer kelapa sawit yang tumbuh di tanah gambut pada perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi didominasi oleh FMA dari jenis Glomus. Hasil penelitian Nurhalisyah 2012 menemukan bahwa jenis FMA yang ditemukan pada pembibitan awal kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Timur adalah Glomus dan Acaulospora dan pada pembibitan utama ditemukan hanya Glomus. Glomus merupakan jenis FMA yang mampu beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan dibandingkan dengan jenis FMA lainnya Ragupathy dan Mahadevan, 1991. Dengan demikian Glomus dapat dengan mudah beradaptasi dengan jenis tanah kondisi lingkungan di Lampung. Hasil penelitian Prihastuti 2007 menunjukkan bahwa FMA yang mendominasi lahan kering masam di Kabupaten Lampung Tengah adalah Glomus moseae, Glomus vesiforme, dan Gigaspora margarita. Sedangkan Sundram et al. 2017 melaporkan bahwa FMA Glomus intraradicesmampu meningkatkan pertumbuhan bibit sawit di pembibitan maupun di lapangan. Di lapangan, G. intraradicesyang diinokulasikan bersama bakteri Pseudomonas mampu meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh ganoderma.. Pada penelitian ini juga dapat diketahui bahwa semua dosis pupuk P yang diaplikasikan memberikan pertumbuhan dan hasil yang sama untuk semua variabel pengamatan. Hal ini diduga akibat intensitas cahaya yang rendah serta kandungan unsur hara yang cukup tinggi pada media tanam yang digunakan pada penelitian ini. Intensitas cahaya matahari yang dapat masuk ke rumah kaca yang digunakan pada penelitian ini sangat rendah yakni <50%. Dengan demikian tanaman tidak dapat melakukan fotosintesis secara optimal sehingga penambahan pupuk tidak dapat meningkatkan pertumbuhannya. Intensitas cahaya yang rendah, selain mempengaruhi pertumbuhan tanaman, juga mempengaruhi perkembangan mikoriza di akar tanaman yang pada penelitian ini tergolong rendah yaitu <10%. Fakuara 1988 menyatakan bahwa besarnya intensitas cahaya sangat menentukan jumlah FMA yang terbentuk. Hal ini disebabkan cahaya matahari berperan dalam pembentukan Jurnal Agro Industri Perkebunan Jurnal AIP Volume 5 No. 2│ Oktober 2017 97-106 karbohidrat melalui asimilasi karbon yang selanjutnya akan digunakan oleh FMA sebagai sumber energi bagi kelapa sawit juga membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis kecuali pada kondisi juvenil di pre nursery Pahan, 2008. Cahaya matahari memiliki peranan penting pada reaksi terang dalam fotosintesis Pertamawati, 2010. Selain itu, kandungan unsur hara pada media tanam yang digunakan pada penelitian ini diduga cukup tinggi sehingga penambahan pupuk tidak dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Media tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah campuran dari topsoil, bahan organik, dan pasir dengan perbandingan 211. Topsoil adalah tanah yang berada pada lapisan teratas dan mengandung semua komponen kimia, fisika, dan biologis yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dengan baik. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa interaksi antara jenis FMA dan dosis pupuk P tidak berpengaruh terhadap semua variabel pengamatan atau pengaruh jenis FMA tidak ditentukan oleh dosis pupuk P. Hal tersebut diduga karena persentase infeksi yang cukup rendah pada kelapa sawit. Hasil penelitian Rosliani et al. 2006 menyimpulkan bahwa derajat infeksi akar yang rendah menyebabkan interaksi antara perlakuan FMA dan dosis pupuk P tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman mentimun. Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa semua jenis FMA yang diaplikasikan menghasilkan persentase infeksi akar di bawah 25 %. Setiadi 1992 menyatakan bahwa nilai persentase akar yang berada pada kisaran 0—25 % termasuk kategori infeksi yang rendah, pada kisaran 26—50 % termasuk kategori infeksi sedang, dan pada kisaran 51—75 % termasuk kategori infeksi tinggi. Akibat dari rendahnya persentase infeksi akar tersebut, simbiosis yang terjadi antara FMA dengan akar tanaman menjadi kurang efektif dalam menyerap unsur hara terutama P dari dalam tanah. Persentase infeksi akar merupakan sebuah parameter untuk mengukur tingkat kolonisasi FMA pada akar tanaman. Sasli & Ruliansyah 2012 menyatakan bahwa FMA berperan dalam proses penyerapan hara dan mampu mendukung pertumbuhan tanaman pada kondisi tanaman mengalami defisiensi unsur hara terutama P. Pada saat tanaman mengalami defisiensi unsur hara, maka tanaman mengeluarkan eksudat akar berupa senyawa flavonoid. Kemudian hifa FMA akan merespons dengan menyentuh permukaan akar, membentuk appresoria, dan menembus dinding sel akar untuk membentuk hifa intraradikal Smith & Read, 2008. Selanjutnya hifa intraradikal akan membentuk kolonisasi di dalam akar dan berdiferensiasi menjadi arbuskular, vesikel, dan lain-lain. Setelah terjadi kolonisasi di dalam akar, maka di luar akar akan terbentuk jaringan hifa ekstraradikal yang berfungsi untuk membantu akar tanaman dalam menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah. Palasta Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit dengan Aplikasi... Jurnal AIP Volume 5 No. 2│ Oktober 2017 97-106 KESIMPULAN Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Glomus sp. isolat mv 15 merupakan jenis FMA yang paling cocok bersimbiosis dengan bibit kelapa sawit dibandingkan jenis FMA lainnya. Semua dosis pupuk P yang diuji memberikan hasil yang sama pada pertumbuhan bibit kelapa sawit. Oleh karena itu tidak ada dosis pupuk P yang menghasilkan pertumbuhan terbaik untuk tanaman tersebut. Respons pertumbuhan tanaman kelapa sawit terhadap inokulasi FMA di pembibitan tidak dipengaruhi oleh dosis pupuk P yang diberikan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Malaysian Agri Hi-Tech yang telah mendanai penelitian ini dan juga kepada seluruh staf Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas semua bantuan dan fasilitas yang diberikan selama pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Brundrett, M. C., Bougher, N., Dell. B., Grove, T., & Malajczuk, N. 1996. Working with Mycorrhizal in Forestry and Agriculture. Canberra Pirie Printers. Clark, R. B. 1997. Arbuscular mycorrhizal adaptation, spore germination, root colonization, and host plant growth and mineral acquisition at low pH. Plant Soil, 192, 15—22. Daniels, B. A. & Menge, J. A. 1981. Evaluation of the commercial potential of the VAM fungus, glomus epigaeus. New Phytologist, 87, 345—353. Fakuara, M. Y. 1988. Mikoriza, Teori dan Kegunaan dalam Praktek. Bogor PAU-IPB. Kartika, E. 2002. Isolasi, karakterisasi dan pengujian keefektivan cendawan mikoriza arbuskular terhadap bibit kelapa sawit pada tanah gambut bekas hutan. Jurnal Agronomi, 102, 63—70. Kochian, L. V., Hoekenga, O. A., & Pineros, M. A. 2004. How do crop plants tolerate acid soils? Mechanism of aluminum tolerance and phosphorus efficiency. Annual Review of Plant Biology, 551, 459—493. Nicolas, E., Maestre-Valero, J. F., Alarcon, J. J., Pedrero, F., Vicente-Sanchez, J., Bernabe, A., Gomez-Montiel, J., Hernandez, J. A., Fernandez, F. 2014. Effectiveness and persistence of arbuscular mycorrhizal fungi on thephysiology, nutrient uptake and yield of Crimson seedless grapevine. Journal of Agricultural Science, 153, 1084—1096. Nurhalisyah. 2012. Deteksi keberadaan fungi mikoriza pada lahan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur. Jurnal Agroplantae, 12, 79—85. Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Bogor Penebar Swadaya. Jurnal Agro Industri Perkebunan Jurnal AIP Volume 5 No. 2│ Oktober 2017 97-106 Parman, S. 2007. Pengaruh pemberian pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan produksi kentang Solanum tuberosum L.. Buletin Anatomi dan Fisiologi, 152, 21—31. Pertamawati. 2010. Pengaruh fotosintesis terhadap pertumbuhan tanaman kentang Solanum tuberosum L. dalam lingkungan fotoautotrof secara invitro. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, 121, 31—37. Prihastuti. 2007. Isolasi dan karakterisasi mikoriza vesikular-arbuskular di lahan kering masam, Lampung Tengah. Berk. Penel. Hayati, 12, 99—106. Ragupathy, S., & Mahadevan, A. 1991. VAM distribution influenced by salinity gradient in a coastal tropical forest. In Proceeding of second Asian Conference on Mycorrhiza. BIOTROP Special Publication Vol. 42, pp. 91-97. Riwandi. 2002. Rekomendasi Pemupukan Kelapa Sawit Berdasarkan Analisis Tanah dan Tanaman. Akta Agrosia, 51, 27—34. Rosliani, R., Hilman, Y., & Sumarni, N. 2006. Pemupukan fosfat alam, pupuk kandang domba, dan inokulasi cendawan mikoriza arbuskular terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun pada tanah masam. Jurnal Hortikultura, 161, 21—30. Sasli, I. & Ruliansyah, A. 2012. Pemanfaatan mikoriza arbuskular spesifik lokasi untuk efisiensi pemupukan pada tanaman jagung di lahan gambut tropis. Agrovigor, 52, 65—74. Setiadi, Y. 1992. Mikoriza dan Pertumbuhan Tanaman. Bogor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas IPB. Simanungkalit, R. . 2006. Cendawan Mikoriza Arbuskular. Dalam Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Smith,S. E. & Read, D. J. 2008. Mycorrhizal Symbiosis 3rd ed. New York Elsevier Ltd. Smith, F. A. & Smith, S. E. 2011. What is the significance of the arbuscular mycorrhizal colonisation of many economically important crop plants? Plant Soil, 348, 63—79. Smith, S. E., Jakobsen, I., Grønlund, M., & Smith, F. A. 2011. Roles of arbuscular mycorrhizas in plant phosphorus nutrition interactions between pathways of phosphorus uptake in arbuscular mycorrhizal roots have important implications for understanding and manipulating plant phosphorus acquisition. Plant Physiology, 156, 1050—1057. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor Institut Pertanian Bogor. Sundram, S., Meon, S., Othman, R., & Seman, I. A. Mycorrhiza in association with mycorrhiza helper bacteria suppresses basal stem rot in oil palm. In Proceeding of International Conference on Mycorrhiza 9, Prague 30 July—4 August 2017, Czech Republic. Taiz, L. & Zeiger, E. 2010. Plant Physiology. Fifth edition. Massachussetts Sinauer Associates Inc. Treseder, K. K. 2013. The extent of mycorrhizal colonization of roots and its influence on plant growth and phosphorus content. Plant Soil, 371, 1—13. ... Mikoriza jenis Glomus sp. isolat mv15 merupakan jenis FMA yang kompatibel dengan bibit kelapa sawit Palasta & Rini, 2017. Pada penelitian Sumiati & Gunawan 2006 diketahui bahwa spesies mikoriza yang berasosiasi dengan tanaman bawang merah, yaitu Glomus sp. ...... Aplikasi FMA jenis Glomus sp. isolat mv 15 memberikan respon terbaik untuk tinggi bibit yakni 75,31 cm atau 25,87 % lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa FMA Palasta & Rini, 2017. Infeksi ini mencerminkan terjadinya simbiosis antara FMA dengan akar bibit kelapa sawit. ...Erizal SodikinFirdaus SulaimanMuhammad AmarApria ApriaThis study aims to determine the best dose of mycorrhizal biological fertilizer for palm oil seedling growth of DxP Simalungun and DxP Sriwijaya 2 varieties in the pre-nursery stage. This research was carried out by the shade house of the Faculty of Agriculture, Sriwijaya University, Indralaya, Ogan Ilir, from October 2020 to January 2021. The study used the Completely Randomized Design method consisting of eight treatments and four replications, in which there were three plants in each experimental unit. The treatment provided consists of A Simalungun without mycorrhizal, B Simalungun given 5 g of mycorrhizal, C Simalungun given 10 g of mycorrhizal, D Simalungun given 15 g of mycorrhizal, E Sriwijaya 2 without mycorrhizal, F Sriwijaya 2 given 5 g of mycorrhizal, G Sriwijaya 2 given 10 g of mycorrhizal, and H Sriwijaya 2 was given 15 g of mycorrhizal. The results showed that the treatment of mycorrhizal biofertilizer with a dose of 5 g is the best treatment to the height of seedlings, the number of leaves, the leaf greenness index, the total leaf area, the diameter of the seedlings, the number of roots, the length of roots, and the dry weight of seedlings. The Sriwijaya 2 variety is more responsive to the provision of mycorrhizal biofertilizers.... MV23 dan Glomus sp. MV15 diketahui mampu meningkatkan performa vegetatif bibit kelapa sawit termasuk pada parameter jumlah daun Damayanti et al., 2015;Palasta & Rini, 2017. ...Penelitian untuk mengetahui dampak aplikasi konsorsium mikoriza terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman dan tingkat kejadian penyakit Ganoderma dilakukan pada fase pembibitan kelapa sawit. Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dosis mikoriza dan waktu inokulasi Ganoderma dan tiga taraf perlakuan pada masing-masing faktor utama yaitu dosis mikoriza sebanyak 0 g, 30 g di pre-nursery PN ditambah 40 g di main nursery MN, atau 40 g di PN ditambah 50 g di MN, dengan waktu inokulasi Ganoderma pada 3 atau 6 bulan setelah tanam dan perlakuan tanpa inokulasi sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat mikoriza yang digunakan dapat bersimbiosis dengan perakaran bibit kelapa sawit dengan tingkat kolonisasi antara 39,13% dan 45,74%. Aplikasi mikoriza tidak memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan meninggi dan jumlah daun bibit kelapa sawit, namun berdampak signifikan terhadap perkembangan diameter bonggol yang lebih lebar. Kejadian dan intensitas penyakit Ganoderma pada tanaman dengan aplikasi mikoriza secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa mikoriza. Aplikasi mikoriza mampu menekan perkembangan penyakit hingga lebih dari 50% pada seluruh dosis yang digunakan.... Pemberian perlakuan pupuk P dan inokulasi FMA tidak berpengaruh nyata terhadap variabel pengamatan, berarti perlakuan pemupukan maupun inokulasi FMA memberikan hasil yang sama pada pertumbuhan bibit aren. Hal ini serupa dengan hasil penelitian Palasta & Rini, 2017 yang menyebutkan bahwa inokulasi FMA tidak dipengaruhi oleh dosis pupuk P selama di pembibitan pada pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Penelitian Yunus, Syafruddin, & Syamsuddin, 2016 menyatakan bahwa variabel pengamatan tinggi tanaman, jumlah pelepah daun, diameter batang, serapan unsur hara NPK, dan akar terkolonisasi tidak berpengaruh nyata pada dosis FMA spesifik lokasi. ...Aren is one type of plant that has the potential to be developed because all parts of the plant can be used. Currently, the cultivation of sugar palm is still traditional and far less than other types of Arecaceae family. The research was conducted from August to October 2016 at the nursery site, and analysis of spore types and AMF colonization in the SEAMEO BIOTROP Bogor Silviculture Laboratory. This research was conducted on palm seedlings that were 19 months old. This study used a completely randomized design with 2 factors, namely P fertilization and AMF inoculation. The P fertilization factor has 2 levels, namely without P fertilization and given P fertilization. The inoculation factor for AMF consisted of 3 levels, namely without AMF inoculation, indigenous AMF, and my cover AMF. The results showed that P fertilization treatment and AMF inoculation did not significantly affect all observed variables, namely plants, number of leaf midribs, length of rachis, plant diameter, SPAD value, number of spores, and root colonization. There was 3 genus of spores, namely Acaulospora sp., Gigaspora sp., and Glomus sp., as well as 2 types of root infections in the form of hyphae and volume concentrates on the recent scientific advancements in agricultural biotechnology and reintegrates it with socio-economic, industrial and intellectual property aspects of agricultural biotechnology and its implications for accomplishing the sustainable development goals. Adopting a unique approach, this book amalgamates science and business perspectives from an insider’s viewpoint on the agro-biotech industry, laying the foundations for students and professionals BalaiPenelitian TanamanKacang-Kacangan DanMalangThis research aimed to determine spore of vesicular-arbuscular mycorrhizae collected from acid dry land of Central Lampung. The character of research was descriptive-explorative. Soil samples were collected by stratified random sampling method. The results indicated that amount of spore at rizospher area reached 33-311 spores/g of soil. There were 8 forms of mycorrhizae spores. The species of mycorrhizae found were Gigaspora margarita, Glomus moseae, Glomus versiforme, Acaulospora sp., Endogone pisiformis, Smilacina racemosa, Entrophospora sp. and Scutellospora sp. Further research is needed for the exploitation land improvement of the effectiveness of natural mycorrhizae on acid dry land at Central the present study, carried out in South-eastern Spain, a commercial arbuscular mycorrhizal fungus AMF; Glomus iranicum var. tenuihypharum sp. nova was introduced through drip irrigation to inoculate Crimson grapevines. Their effects on the physiological and nutritional activity were evaluated for 2 years 2011–12. Additionally, during the second year of experimentation, the persistence of mycorrhizae on the grapevine and their effects were innovatively analysed. The AMF satisfactorily colonized the Crimson grapevine roots, improved the plants water status, induced an improvement in the photosynthetic performance that increased the water use efficiency, promoted the uptake of phosphorus P, potassium K and calcium Ca and led to a mobilization of starch reserves in the apex in winter, which was possibly responsible for enhancing root development. Moreover, inoculated plants had significantly increased yield and improved quality of grapes, which led to early grape maturation. Overall, the persistent effect of AMF during the second year produced similar positive effects, although to a lesser extent, to those obtained in the inoculated treatment. The results found in the present study show that this AMF application technique can be recommended for sustainable agriculture in arid and semi-arid areas. Moreover, as a result of the competition with the native mycorrhizae, periodic monitoring of the percentage of mycorrhizal colonization and re-inoculation in order to obtain all the positive effects evidenced in the inoculated treatment is recommended. Kathleen TresederAims The most common metric of arbuscular mycorrhizal fungal AMF abundance is percent root length colonized PRLC by mycorrhizal structures. Frequently, plants with greater PRLC are assumed to receive more nutrients such as phosphorus, P from their mycorrhizal symbionts, leading to greater plant growth. Nevertheless, the functional significance of this metric remains controversial. In this review, I discuss whether manipulations of PRLC generally led to changes in plant biomass and P content, and whether AMF taxa and plant functional groups influence these relationships. Methods I conducted a meta-analysis of laboratory- and field-based trials in which mycorrhizal colonization was directly altered compared to unmanipulated controls. For each trial, I calculated 1 the difference in PRLC ΔPRLC between the treatments, and 2 the response ratio of plant biomass. In a subset of these studies, the response ratio of P content of host plants could also be calculated. Results The response ratio of plant biomass and P content rose significantly and exponentially as ΔPRLC increased. Nevertheless, ΔPRLC explained only a fraction of the variation in response ratios in each case. Moreover, AMF taxa varied in their effects on biomass per unit ΔPRLC. In addition, plant functional groups differed in effects on plant P content per unit ΔPRLC, with C4 grasses responding most strongly. Conclusions It appears that as the extent to which plant roots are colonized by AMF increases, plant growth and P content often increase, although substantial variability exists among trials. As others have found, a likely mechanism for this relationship is increased transfer of P and perhaps other nutrients through the more-prevalent mycorrhizal Book Downloadable from ACIAR Site mycorrhizal AM symbiosis is the most common plant strategy that increases phosphorus P acquisition, involving approximately 80% of terrestrial plants. The AM fungal symbionts provide a very effective pathway the AM pathway for uptake, scavenging P from large soil volumes and overcoming depletion in the rhizosphere that occurs when direct epidermal root uptake is faster than replacement from the bulk soil. Recent physiological and molecular research has shown that the AM pathway makes very large contributions to total plant P even in plants that show no growth increases when AM, compared with non-mycorrhizal NM counterparts. The AM contribution remains "hidden" unless radioactive tracers are used to track delivery via the AM pathway. Importantly, this finding demonstrates that the direct pathway delivers less P to AM plants than to NM counterparts and implies fungus-to-plant signaling. The mechanisms by which direct uptake is reduced are unknown, but the hidden contribution of AM uptake means that AM fungi cannot be regarded as parasites, because there is mutualistic exchange of P for organic C regardless of plant growth responses. Furthermore, the dominance of the AM pathway helps to explain the persistence of AM symbiosis over evolutionary time, even in plants that apparently show no PertamawatiThe growth responces of potato explant var. Atlantic, under different temperatures 100C between photoperiod and dark period air temperatures in culture room, in high intensity of light 7000 lux and low intensity of light 3000 lux, cultured in 18 h light/dark cycle and incubated for 21 and 28 days wasobserved. The result shown that photoautotroph condition influence the explant growth to be planlet. After 28 days incubation the planlets growth better than in 21 days. Its because the photosynthesis process during 28 days incubation were more effective than in 21 days incubation. The dry weight per planlet, number of leaves, leaf area and dry weight per leaf were enhanced in photoautotroph condition with 7000 lux light intensity in all treatments. In 3000 lux light intensity, the high planlet with small diameter was performanced. The study indicates that the photoautotroph condition affect further growth of the in vitro potato SmithD. ReadThe roots of most plants are colonized by symbiotic fungi to form mycorrhiza, which play a critical role in the capture of nutrients from the soil and therefore in plant nutrition. Mycorrhizal Symbiosis is recognized as the definitive work in this area. Since the last edition was published there have been major advances in the field, particularly in the area of molecular biology, and the new edition has been fully revised and updated to incorporate these exciting new developments. . Over 50% new material . Includes expanded color plate section . Covers all aspects of mycorrhiza . Presents new taxonomy . Discusses the impact of proteomics and genomics on research in this ParmanLaboraatorium BiologiStruktur DanFmipa UndipThe research about influence of liquid fertilizer on Solanum tuberosum var granola has been done in research garden Getasan, Salatiga,. This research began on May 2001-August 2001. Thr parental Solanum tuberosum seed var granola which able from the farmer from Dieng plateau in Batur regency Banjarnegara district and liquid fertilizer Supra fromSurya Putra Alam Yogyakarta. Complate research design single factor is used, and continued with Duncan Multiple Range Test 5% for data analysis. Result indicated that liquid fertilixer 4 mg/l not influence on hight, fresh and dry weight potatos tuber Solanum tuberosum.. Liquid fertilizer by 3 mg/l – 4 mg/l caused fresh weight hight and bulbus diameters. Highly is given with constrentation liquid fertilizer 4 mg/l caused fresh wight than the other concentration, and not real defferent with the other given treatment with given fertilizer concentration 3 mg/ B. ClarkAppalachian SoilArbuscular mycorrhizal AM fungi colonize plant roots and often enhance host plant growth and mineral acquisition, particularly for plants grown under low nutrient and mineral stress conditions. Information about AM fungi and mycorrhizal +AM host plant responses at low pH < 5 is limited. Acaulospora are widely reported in acid soil, and Gigaspora sp. appear to be more common in acid soils than Glomus sp. Spores of some AM fungi are more tolerant to acid conditions and high Al than others; t Acaulospora sp., Gigaspora sp., and Glomus manihotis are particularly tolerant. Root colonization is generally less in low than in high pH soils. Percentage root colonization is generally not related to dry matter DM produced. Maximum enhancement of plant growth in acid soil varies with AM fungal isolate and soil pH, indicating adaptation of AM isolates to edaphic conditions. Acquisition of many mineral nutrients other than P and Zn is enhanced by +AM plants in acid soil, and the minerals whose concentration is enhanced are those commonly deficient in acid soils Ca, Mg, and K. Some AM fungal isolates are effective in overcoming soil acidity factors, especially Al toxicity, that restrict plant growth at low pH. Frank Andrew SmithSally E. SmithArbuscular mycorrhizal AM symbioses are widespread in land plants but the extent to which they are functionally important in agriculture remains unclear, despite much previous research. We ask focused questions designed to give new perspectives on AM function, some based on recent research that is overturning past beliefs. We address factors that determine growth responses from positive to negative in AM plants, the extent to which AM plants that lack positive responses benefit in terms of nutrient particularly phosphate P uptake, whether or not AM and nonmycorrhizal NM plants acquire different forms of soil P, and the causes of AM growth depressions’. We consider the relevance of laboratory work to the agricultural context, including effects of high available soil P on AM fungal colonisation and whether AM colonisation may be deleterious to crop production due to fungal parasitism’. We emphasise the imperative for research that is aimed at increasing benefits of AM symbioses in the field at a time of increasing prices of P-fertiliser, and increasing demands on agriculture to feed the world. In other words, AM symbioses have key roles in providing ecosystem services that are receiving increasing attention worldwide. KeywordsArbuscular mycorrhizal symbiosis–Plant phosphorus nutrition–Soil phosphate–Mycorrhizal growth response–Crop growth and yield Dosiseco farming untuk padi di butuhkan 5 tube untuk masa sekali tanam padi untuk lahan seluas 1 hektar. Cara Memupuk Padi dengan Ajinomoto. Karena tidak dapat dipungkiri hampir tidak ada satu makanan pun yang tidak dicampur dengan ajinomoto dan produk sejenis lainnya kecuali makanan-makanan khusus yang penggunaanya terspesifikasi seperti Berbagai macam bahan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman sudah banyak ditemukan, salah satunya adalah Ajinomoto dan garam. Kedua bahan tersebut ternyata memiliki manfaat yang luar biasa untuk merawat tanaman, khususnya tanaman kelapa sawit. Pengenalan Ajinomoto dan GaramApa itu Ajinomoto dan Garam?Mengapa Ajinomoto dan Garam Dapat Digunakan untuk Tanaman Kelapa Sawit?Jenis-jenis Tanaman Kelapa SawitCara Kerja Ajinomoto dan Garam untuk Tanaman Kelapa SawitKeuntungan Menggunakan Ajinomoto dan Garam untuk Tanaman Kelapa SawitManfaat Ajinomoto dan Garam untuk Tanaman Kelapa SawitKesimpulan Pengenalan Ajinomoto dan Garam Ajinomoto merupakan bahan tambahan makanan yang sering digunakan dalam dunia kuliner. Namun ternyata, kegunaannya tidak hanya terbatas pada dapur. Ajinomoto juga dapat digunakan untuk merawat tanaman, termasuk tanaman kelapa sawit. Sementara itu, garam merupakan bahan yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, sebelum dimanfaatkan untuk merawat tanaman, ada baiknya untuk mengetahui jenis-jenis garam yang biasa digunakan dalam pertanian, antara lain garam meja, garam kusamba, dan garam laut. Apa itu Ajinomoto dan Garam? Ajinomoto merupakan bahan tambahan makanan yang terbuat dari asam amino monosodium glutamat MSG. Keberadaannya sudah sangat umum dalam makanan sehari-hari. Ajinomoto memiliki kemampuan untuk meningkatkan rasa, aroma, dan rasanya. Sementara itu, garam adalah senyawa kimia yang terdiri dari natrium dan klorida. Selain digunakan sebagai bumbu makanan, garam juga sering digunakan di pertanian sebagai pestisida alami. Mengapa Ajinomoto dan Garam Dapat Digunakan untuk Tanaman Kelapa Sawit? Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tanaman yang sangat penting di Indonesia. Hal ini dikarenakan kelapa sawit menjadi salah satu sumber utama minyak kelapa sawit yang biasa digunakan dalam industri. Ajinomoto dan garam sebenarnya dapat membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Jenis-jenis Tanaman Kelapa Sawit Sebelum menggunakan Ajinomoto dan garam untuk merawat tanaman kelapa sawit, ada baiknya untuk mengetahui jenis-jenis tanaman kelapa sawit yang ada di Indonesia. Ada dua jenis tanaman kelapa sawit yang biasa ditemukan di Indonesia, yaitu Elaeis guineensis dan Elaeis oleifera. Cara Kerja Ajinomoto dan Garam untuk Tanaman Kelapa Sawit Ajinomoto dan garam dapat membantu mempercepat pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Keduanya dapat memperkuat sistem perakaran tanaman sehingga tanaman kelapa sawit dapat tumbuh lebih cepat, lebih sehat, dan lebih kuat. Garam memiliki kemampuan untuk membantu menarik air ke dalam tanah dan mengatur keseimbangan pH tanah. Hal ini akan memperkuat perakaran tanaman kelapa sawit sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat dan lebih sehat. Selain itu, garam juga dapat membantu merangsang proses fotosintesis sehingga daun tanaman kelapa sawit akan lebih hijau dan lebih sehat. Sementara itu, Ajinomoto mengandung nitrogen, fosfor, dan kalium yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Kandungan nitrogen dapat membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman, kandungan fosfor dapat membantu meningkatkan kualitas buah atau bunga, sementara kandungan kalium dapat membantu meningkatkan daya tahan tanaman. Keuntungan Menggunakan Ajinomoto dan Garam untuk Tanaman Kelapa Sawit Ada beberapa keuntungan yang dapat didapatkan dengan menggunakan Ajinomoto dan garam untuk merawat tanaman kelapa sawit. Yang pertama adalah dapat mempercepat pertumbuhan tanaman kelapa sawit sehingga dapat menghasilkan buah lebih cepat. Yang kedua adalah dapat meningkatkan kualitas buah atau bunga sehingga dapat meningkatkan daya jual. Yang ketiga adalah dapat meningkatkan daya tahan tanaman kelapa sawit. Manfaat Ajinomoto dan Garam untuk Tanaman Kelapa Sawit Berikut adalah beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan menggunakan Ajinomoto dan garam untuk merawat tanaman kelapa sawit Meningkatkan pertumbuhan tanaman Meningkatkan kualitas buah atau bunga Meningkatkan daya tahan tanaman Memperkuat sistem perakaran tanaman Mengatur keseimbangan pH tanah Meningkatkan proses fotosintesis Meningkatkan daya jual Kesimpulan Semua bahan dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, termasuk Ajinomoto dan garam. Kedua bahan tersebut memiliki manfaat yang luar biasa untuk merawat tanaman kelapa sawit. Ajinomoto dan garam dapat mempercepat pertumbuhan tanaman, meningkatkan kualitas buah atau bunga, meningkatkan daya tahan tanaman, dan memperkuat sistem perakaran tanaman. Penggunaan Ajinomoto dan garam juga dapat membantu mengatur keseimbangan pH tanah dan proses fotosintesis. Oleh karena itu, penggunaan Ajinomoto dan garam dapat menjadi pilihan yang tepat untuk merawat tanaman kelapa sawit. BeliLANGSUNG BELI GAN Pupuk NPK Cair ZPT G20 Untuk Tanaman Kelapa Sawit di SAMOLA. Promo khusus pengguna baru di aplikasi Tokopedia! Download Tokopedia App. Tentang Tokopedia Mitra Tokopedia Mulai Berjualan Promo Tokopedia Care. Kategori. Masuk Daftar. meja kayu tempered glass iphone 11 new
Saya selalu mengamati keunikan dari para petani cabe di Indonesia. Saya mengagumi kreativitas mereka tentang pemanfaatan MSG Ajinomoto untuk tanaman cabe. Sejauh ini saya melihat di forum Komunitas Petani Cabe Indonesia KPCI banyak petani cabe yang mengaplikasikan MSG Ajinomoto untuk tanaman. MSG Ajinomoto biasanya dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap masakan, namun kali ini bisa dimanfaatkan untuk membantu menyuburkan tanaman cabe. Sebab, sudah banyak petani cabe yang merasakan kedahsyatan dari ajinomoto ini. Ajinomoto banyak dijual di warung-warung dan supermarket, mudah sekali untuk mendapatkannya? Berdasarkan pengalaman saya pribadi, manfaat dari pemberian MSG Ajinomoto untuk tanaman cabe adalah Menyuburkan tanaman karena mengandung unsur Natrium Na dengan ciri-ciri daunnya lebih hijau, buah menjadi lebat, serta tanaman lebih sehat tidak sakit-sakitan; Mempercepat laju pertumbuhan tanaman; Mempercepat munculnya bunga; Memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman; Tanaman menjadi lebih sehat dan tidak mudah mati; MSG Ajinomoto sebagai pupuk tanaman yang ramah lingkungan; Dapat mencegah tanaman cabe dari kekerdilan. Tanaman cabe subur diberikan MSG ajinomoto 30 hst. Photo kontributor by Marian Dika/KPCI. Setelah mengetahui fungsi/kegunaan/manfaat MSG Ajinomoto untuk tanaman cabe, mari kita simak untuk cara menggunakan MSG Ajinomoto untuk tanaman cabe ditinjau dari dosis dan takarannya, adalah sebagai berikut Ambil 5 bungkus MSG Ajinomoto ukuran besar, lalu larutkan dengan 10 Liter air; Siramlah larutan ajinomoto tersebut pada tanaman cabe umur di atas 20 hst; Pertanaman cabe diberikan 100 ml 1/2 gelas larutan ajinomoto; Berikan setiap 1 minggu sekali sembari diselingi dengan pemberian pupuk jenis lainnya; Lihat perubahan tanaman cabe, biasanya akan jauh lebih subur dan muncul bunganya akan jauh lebih cepat. Itulah tadi informasi tentang dosis dan takaran ajinomoto untuk tanaman cabe agar cepat berbuah lebat, semoga memberikan manfaat untuk tekan-rekan petani dimana saja anda berada. Silakan pelajari juga Cara Membuat Larutan Pupuk Phonska Cair untuk Tanaman Cabe agar Berbuah Lebat. About The Author Wahid Priyono, Seorang guru Biologi SMA, blogger yang hobi berkebun, menulis, olahraga badminton&lari. Alumni Pendidikan Biologi Universitas Lampung. Prinsip hidup "Menulislah, maka karyamu akan abadi". Silakan kunjungi situs website saya yang lain Seputar Ilmu Pertanian
ve4Dv. 426 290 159 252 314 447 81 453 365

dosis ajinomoto untuk tanaman kelapa sawit